SERANG, Skemarubrik.com | — Pada Proyek peningkatan kualitas prasarana sarana utilitas (PSU) berupa pembangunan jalan lingkungan di Lingkungan Pancur Gede, RW 004, Kelurahan Pancur, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, menuai sorotan publik. Proyek senilai Rp189,37 juta dari APBD Provinsi Banten 2025 itu dikerjakan oleh PT Putra Wijaya Karyasindo dengan masa pelaksanaan 60 hari kalender melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Banten.
Pantauan awak media Skemarubrik.com di lokasi pada Minggu dan Senin 01 September 2025, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pekerjaan. Paving block yang dipasang tampak ditimpa langsung di atas plesteran semen lama tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
Praktek tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa kualitas pekerjaan tidak akan bertahan lama. “Kalau tidak dibongkar dulu, pasti gampang rusak. Itu seperti menambal di atas luka lama,” ujar seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya.
Pengerjaan proyek yang hanya menempelkan material baru di atas lapisan lama dianggap sebagai indikasi pembangunan asal jadi. Padahal, dalam dokumen spesifikasi teknis, pemasangan paving block semestinya diawali dengan pembongkaran, perataan, hingga pemadatan tanah dasar. Sejumlah pengamat menilai, pola seperti ini mencerminkan lemahnya pengawasan dinas terkait.
“Kualitas pekerjaan publik harus dijaga, apalagi ini memakai uang rakyat. Jika benar ada praktik asal tempel, jelas melanggar prinsip teknis, ” kata seorang pemerhati kebijakan publik di Serang. Sejumlah warga sekitar mengaku prihatin dengan kondisi pekerjaan proyek paving block di wilayah mereka.
Salah seorang warga menyampaikan, pihaknya berinisiatif secara swadaya bergotong royong membersihkan dan memperbaiki saluran air (solokan), lantaran bekas pekerjaan paving block yang sudah ditinggalkan menimbulkan tumpukan puing dan kondisi acak-acakan. “Sepertinya di RT 004 masih ada pekerjaan yang berjalan. Tapi karena yang dikerjakan hanya paving block, maka untuk solokan kami kerjakan sendiri secara inisiatif warga,” Ujar beberapa warga.
Sementara itu, salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengaku sudah 10 hari bekerja bersama 7 orang lainnya di lokasi. Ia menyebutkan, mereka menerima upah harian melalui seorang pemborong bernama Yoyo. “Upah harian kami tidak menentu, saya sendiri tidak pernah berani menanyakan karena takut menyinggung. Biasanya kalau ada kebutuhan, paling hanya bisa kasbon. Saya asal Pandeglang, kalau yang lain saya tidak tahu dari mana,” ungkapnya.
Ketua RT 004 pun menambahkan bahwa dirinya hanya berperan sebagai pekerja di lapangan. Ia mengaku tidak mengetahui siapa pelaksana utama proyek tersebut.
“Saya cuma kuli, untuk urusan upah saya tidak tahu. Waktu ditanya siapa pelaksana proyek, jawabannya orang jauh dari Cilegon. Data yang saya punya juga hilang karena HP saya rusak,” tuturnya sambil berlalu.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kontraktor PT Putra Wijaya Karyasindo maupun DPRKP Banten belum memberikan klarifikasi. Masyarakat menanti sikap tegas pemerintah provinsi Banten dalam memastikan pembangunan benar-benar bermanfaat dan berumur panjang, bukan sekadar seremonial serapan anggaran.
(Sam.Red)